Template by:
Free Blog Templates

Followers

Minggu, 12 Desember 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.12

Esok harinya aku bangun cepat dan langsung bersiap-siap. Aku berangkat dengan roti bakar dari kantin asrama di mulutku. Masih sambil mendengarkan musik, aku berjalan langkah demi langkah ke sekolah. Anehnya, pagi ini banyak sekali anak SMA yang berlari terburu-buru melewatiku seperti sudah telat. Ternyata di sekolah ada kejadian hebat. Meteor merah besar kehitaman menghantam lapangan merah yang digunakan untuk sirkuit lari. Kata guru astronomi dan fisika, meteor ini bukan berasal dari sekitar bumi dan tidak hancur tergesek atmosfir. “Lapisan luarnya seperti batu tapi lebih keras dari baja.” Kata guru Fisika, Gilbert 'Ain Stain. “Baiklah teman-teman, demo ekskul akan dilanjutkan, harap tenang...” ketua Organisasi Siswa melanjutkan acaranya. Aku melihat ke atas dan memandang langit biru sampai tiba-tiba muncul sebuah cahaya merah yang berjalan dengan cepatnya dari atas langit menuju sekolah. Makin lama benda itu terlihat makin jelas, aku mulai mengerti kalau benda itu adalah sebuah batu angkasa besar yang sama dengan batu yang ada disebelahku dan langsung berteriak, “Meteor jatuh!!” Tetapi aku tetap diam berdiri disaat yang lain berlarian keluar. Entah mengapa semakin dekat meteor itu semakin aku yakin kita semua akan selamat. 'Jreeeng!!' Tiba-tiba seorang remaja tinggi bertopeng muncul dan memainkan Gitarnya yang mengeluarkan gelombang yang sangat besar. Gelombang suara yang dihasilkannya menggetarkan si meteor sehingga membuatnya semakin rapuh dan semakin rapuh, lalu dia memukulnya dengan gitar itu. Batu merah besar kehitaman itu hancur berkeping-keping dan mengeluarkan ratusan bola-bola kecil bercahaya yang terbang lalu menyebar. “Mereka menyebar keseluruh bumi.” Kata sang pahlawan bergitar bertopeng itu padaku. 'Aku sepertinya kenal suaranya', pikirku. Anak bertopeng itu lalu melompat tinggi dan berputar sampai ke atas meteor yang belum hancur. Dia mengeluarkan megaphone besar dari udara kosong dan mulai berbicara. “Hai manusia bumi, termasuk aku karena aku juga manusia bumi. Kami adalah anak-anak terpilih yang akan melindungi kalian semua jadi tenang saja, benar kan bos?” Aku bingung ke mana dia berbicara. “ Sebarkan berita ini keseluruh masyarakat dunia. Aku adalah Music Minister dari Guardians generasi ke-9! Ingat itu! Terima kasih.” Anak bertopeng itu langsung berlari sambil melompati pagar-pagar yang menghalanginya.

Jumat, 02 Juli 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.11

Setelah berjalan beberapa saat, kita sampai di asrama. Di dalam kamar aku hanya berbaring melihat kearah langit-langit yang selalu saja berwarna putih bersih. Semakin lama semakin jenuh aku di dalam kamar. Jadi aku memutuskan untuk berkeliling gedung asrama. Aku naik lift ke atap gedung asrama laki-laki. Beberapa saat aku di dalam lift pintu lift terbuka dan angin sepoi-sepoi langsung menerpa wajahku. Aku melihat langit luas yang sangat bersih dan cerah. Aku memutuskan untuk berbaring di sana sambil mendengarkan musik dari headphone kesayanganku. Aku berbaring sambil melihat langit yang sangat membuatku larut dalam ketenangan dan kedamaian. Tak lama aku berbaring aku tertidur. Saat aku bangun langit sudah menjadi berwarna biru gelap dan dihiasi bintang-bintang. Langit saat itu sangat bersih tanpa awan sedikitpun. Setelah memperbaiki posisi aku berbaring lagi sambil memandangi langit. ‘Ding’ suara tanda pintu lift tebuka berbunyi. Aku langsung menengok ke arah lift tapi tak ada siapapun muncul dari lift gedung asrama laki-laki. Ternyata lift yang berbunyi adalah lift asrama perempuan. Memang, atap gedung asrama laki-laki dan perempuan bersambung jadi siapapun bisa bertemu di atap gedung asrama. Setelah kuperhatikan ternyata yang muncul dari lift adalah Syifa. “Ternyata kamu suka melihat bintang juga ya?” kata Syifa sambil berjalan kearah ku. “Langitnya memang bagus mau dilihat bagaimanapun juga langit penuh bintang memang bagus.” Jawabku sambil berbaring lagi. “Kalau begitu lebih baik kamu tunggu beberapa saat lagi.” “Hah? Apa maksudmu?” “Liat aja, sekitar 10 detik lagi.” Aku makin bingung mendengar kata-katanya. “Lima, empat, tiga, dua, satu… mulai.” Lanjut syifa. Tiba-tiba sebuah cahaya kecil melesat kebawah dari antara bintang-bintang yang bersinar terang, lalu diikuti beberapa cahaya lainnya. “Hujan meteor ya?” tanyaku. “Iya, hari selasa ke-2 setiap 2 minggu jam 7 malam tepat, hujan meteor pasti terjadi. Aku mengamatinya sejak SMP disini.” Katanya lalu duduk di sampingku. “Ooh..” Suasana saat itu benar-benar menghanyutkan, melihat indahnya langit malam yang dihiasi bintang-bintang dengan tambahan hujan meteor yang sangat menakjubkan benar-benar membuatku makin menyukai tempat ini. “Ting...” Pintu lift bernyanyi lagi tanda seseorang akan muncul. “Loh, telat ya? Padahal udah lari-lari kesini.” Ternyata Wolvie yang muncul. “Wolv, kau mengganggu seseorang,” Ryuu juga ada dibelakangnya. “Eh?” Wolvie tidak menyadari kalau sejak Wolvie muncul Syifa menatapnya dengan tatapan sinis karena mengganggu ketenangan. Beberapa detik kemudian Wolvie baru sadar. “Sudahlah, meteor gak harus diliat sambil tenang-tenang kok.” Syifa tetap saja diam dengan tatapan sinisnya. “O iya aku bawa minuman!” Lanjut Wolvie mencegah hancurnya suasana disitu sambil mengeluarkan 4 kotak susu dari vending machine di lantai dasar. “Kok tau harus bawa 4?” Tanyaku. “Barusan aku di SMS Syifa kalo kamu juga ada disini.” Jawab Ryuu. “Hahaha, berterimakasihlah padaku karena sudah menraktir kalian!” Teriak Wolvie. Karena teriakannya itu, sekarang yang memasang tatapan sinis padanya bukan hanya Syifa, tapi aku dan Ryuu juga ikut-ikutan. Wolvie memukul dahinya lalu langsung membagikan susu-susu kotak itu lalu duduk disebelahku, lalu diikuti Ryuu. Tak terasa jam menunjukkan pukul 9 tepat, hujan meteor itu juga sudah selesai. “Baiklah, aku pergi duluan ya…” Kata Syifa lalu kembali ke asramanya. Aku,Wolvie dan Ryuu juga langsung kembali ke kamar masing-masing dan tertidur pulas.

Selasa, 29 Juni 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.10 (maaf kalo bagian ini sedikit nyampah)

“Ooh begitu.” “Kak, lagi ngomongin apa sih?” Tiba-tiba suara Hikari mengagetkanku. “Nggak ngomongin apa-apa kok.” Jawabku singkat. “O iya, aku belum mengenalkan teman-temanku ya? Baiklah ayo kenalan!” Hikari melanjutkan. “Ini Raphael,” sambil menunjuk anak yang terus membawa sebuah sketch book, “Reina,” jarinya pindah ke seorang anak perempuan berkacamata, “dan Taiga,” jarinya dipindahkan lagi ke arah adiknya Wolvie. “Satu hal lagi,” bisiknya di telingaku. “Apa itu?” “Mereka itu semuanya sama umurnya denganku bahkan ada yang lebih tua,” lanjutnya berbisik. Ternyata Wolvie mendengarnya, tapi dia tidak berkata apa-apa saat Hikari masih didekatku. Hikari kembali ke teman-temannya dan giliran Wolvie yang bertanya. “Kenapa adikmu sangat senang bisa kalau ada teman-teman sebayanya dan yang lebih tua?” tanya Wolvie bingung. “Ooh itu, sebelum masuk SD dia sakit sangat parah, pengobatannya sangat panjang. Untuk memaksimalkan pengobatan dia belum boleh masuk sekolah sampai sembuh. Pengobatannya memakan waktu 1 tahun dan itu artinya dia yang harusnya sudah kelas 2 jadi masih kelas satu. Umurnya jadi 1 tahun diatas semua teman-temannya. Banyak yang mengejeknya, tapi dia tetap tegar menghadapi cobaan itu. Waktu dia kelas 3 dia ditawari ikut program percepatan dan itulah hasilnya, dia akhirnya sekelas dengan teman-teman sebayanya. Masalahnya…” aku terdiam sejenak. “Kenapa?” Tanya Wolvie. “Masalahnya dia belum sembuh total. Ada satu kondisi dimana penyakit berjangka sangat panjang itu dapat kambuh lagi. Para dokter sudah berusaha menolongnya, dan diperkirakan pada ulang tahunnya yang ke-13 dia akan sembuh sesembuh-sembuhnya. Itulah tugasku dan kak Makoto, menjaganya agar sakitnya tidak kambuh lagi. Tapi yang paling membuatnya sehat adalah dirinya sendiri, usahanya agar tetap sehat dan sifatnya yang sangat tegar.” “Ooh, sekarang umurnya berapa?” “12 tahun, itulah yang kuharapkan, sebentar lagi ulang tahunnya yang ke-13. Tapi entah mengapa aku dan kak Makoto merasa saat ini adalah saat yang paling susah baginya.” “Tenang aja, adikmu pasti sembuh.” Wolvie menghidupkan suasana. “Makasih.” Jawabku singkat.

Jumat, 30 April 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.9 (maaf kalo bagian ini sedikit nyampah)

“Ehm…” sebuah suara menyebalkan datang dari arah belakang. Ternyata suara itu berasal dari senior perempuan yang tadi. Tanpa pikir panjang dia bertanya “apa hukumanmu?” Aku hanya menoleh kearah Wolvie dan Ryuu. “Kita hanya membantu, hukumannya terserah kamu.” Kata Wolvie. “Sebenarnya aku hanya ingin agar kalian tidak mengganggu teman-temanku lagi. Jadi hukumanku adalah kalian harus berhenti mengganggu semua murid-murid disini. Keberatan?” Aku memutuskannya dengan cepat. “Peraturan tetap saja peraturan, baiklah kami akan turuti keinginanmu. Tapi kita terlalu bosan tanpa melakukan itu.” Protes perempuan itu. “Kenapa kau tidak membuat sebuah pertandingan seperti yang baru saja kita lakukan? Dengan peraturan dan perlengkapan yang baik semua akan baik-baik saja dan menyenangkan.” Sambar Ryuu. “Benar juga, baiklah kita akan pertimbangkan saranmu. Kalau begitu aku pergi dulu.” Akhirnya masalah itu berakhir dengan baik dan acara keliling sekolah dilanjutkan. “Kazukii!!” Kakakku datang dengan muka yang terlihat sangat bersemangat. “Katanya kau mau melawan orang-orang pengganggu itu ya?” “Udah menang kok. Kakak ini, telatnya jauh banget dari akhir pertandingan. Orang-orang udah teriak-teriak menang kakak baru datang.” Jawabku. “Yaaaah telat, makanya kalo mau berantem SMS dulu, gimana sih.” “Hahahahahaha… gak lucu. Mana ada orang berantem SMS dulu.” Semua tertawa. “Yaudah deh aku pergi dulu.” Lanjut kakakku, “Daah,” dia berlari dan bercampur di kerumunan. “O iya….. kawan-kawan terima kasih ya.” Sekali lagi Syifa mengatakan terima kasih pada kami. “Gak masalah….. kita kan teman.” Balas Wolvie. “Teman kan memang harus saling melindungi.” Lanjut Ryuu. “Yang penting semuanya baik-baik aja.” Lanjutku. Kami melanjutkan berjalan-jalan mengelilingi sekolah berempat.

Tak terasa kegiatan keliling sekolah selesai. Kegiatan itu diakhiri dengan ‘pengusiran’ para murid yang dihiasi dengan kata-kata “besok ada demo klub, jangan lupa ya.” ‘Aneh,’ pikirku. Aku pulang bersama Wolvie, Ryuu, dan Syifa. “Kita ke SMP dulu yuk,” kata Wolvie ditengah perjalanan. “Ngapain ke gedung SMP?” Tanya Ryuu. “Aku mau jemput adikku di sana.” Jawab Wolvie. “Sepertinya asik juga, aku bosan di kamar asrama terus.” Sambungku. “Yaudah, kita kesana aja.” Ryuu melanjutkan. Akhirnya kita berjalan ke arah gedung SMP. Setelah berjalan beberapa lama kita sampai di depan gerbang gedung sebesar gedung SMA tapi berwarna biru. Biru yang sangat muda sehingga kukira berwarna putih. “Mana adikmu?” Tanya Ryuu. “Itu dia datang.”Jawab Wolvie. Sekelompok murid SMP berjalan menuju gerbang sekolah. “Oy Taigaaa!!” Wolvie teriak memanggil. Salah seorang anak dari sekelompok anak itu menoleh dan melambaikan tangan. Lalu dia berteriak “Kakak, jangan teriak-teriak, berisik!!” ‘Dia sendiri teriak, gimana sih,’ pikirku. Anak-anak itu datang kearah kami. Semakin dekat mereka datang semakin aku menyadari, salah satu anak dari sekelompok anak-anak itu sangat kukenal. Saat mereka sudah berdiri dihadapan kami aku baru sadar kalau salah satu teman adiknya Wolvie adalah Hikari. “Assalamualaikum,” Hikari memberi salam. “Waalaikumsalam,” aku menjawab salamnya, begitu juga Syifa. Kami berempat dan gerombolan anak SMP itu berjalan pulang bersama. Entah kenapa aku merasakan ada yang aneh dari Wolvie dan adiknya tapi apa? Setelah beberapa saat berfikir aku menyadari sesuatu, lalu aku menanyakannya pada Wolvie. “Oy Wolv, kau dari Australia kan?” “iya, memangnya kenapa?” “Namamu Wolvie, tapi kenapa nama adikmu Taiga yang seperti nama dari jepang?” “Ooh kalau itu sih begini ceritanya. Waktu aku dan keluargaku sedang jalan-jalan ditengah padang pasir aku melihat sebuah pesawat kecil jatuh. Lalu kami menghampiri pesawat itu. Ternyata penumpang pesawat itu hanya sebuah keluarga, seorang ayah, ibu, dan anak laki-laki. Mereka dari jepang.”Wolvie berhenti sejenak. “lalu?” tanyaku. “Kami langsung menelpon mobil ambulan. Tapi saat mobil ambulan itu datang ayah dan ibu Taiga menghembuskan nafas terakhir mereka. Akhirnya karena tidak ada yang mengurus Taiga ayah ibuku mengadopsinya.”

Selasa, 13 April 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.8

"Kazuki, Ryuu, hindari tangan kanan anak yang berkepala botak itu dan kaki kiri anak sipit berambut kuning itu. Sebaliknya, pukul kepala anak botak itu dan tangan kanan anak yang sipit. Setelah itu kembali lagi kesini." Dengan sangat cepat Wolvie menganalisa kekuatan dan kelemahan mereka. "Baiklah kalau begitu." Aku dan Ryuu menjawab bersamaan. Dengan cepat kami berlari ke arah mereka. Seperti kata Wolvie, sibotak dengan cepat mengayunkan tangan kanannya ke arahku. Aku langsung melakukan sliding tackle dan berhasil membuat dia kehilangan keseimbangan. Aku bergerak kebelakangnya dan memukul kepalanya sehingga dia jatuh. Kupukul bagian punggungnya sampai dia mengayunkan tangan kanannya ke arahku, beruntung aku tidak kena pukulannya itu. Pada saat yang sama Ryuu melompati tendangan kaki kiri si orang sipit, lalu Ryuu menarik tangan kanannnya dan menjatuhkannya. Ryuu memukul punggungnya, sibotak menghampiri dan dengan cepat mengayunkan pukulan ke arah Ryuu. Ryuu menghindarinya lalu menyelengkat orang botak itu, lalu kembali kearah Wolvie dengan tenang. Hasilnya kami dapat mengurangi 10 point dari total life point mereka. "Yeah..!!! Benar kan kataku? Siapa dulu dong, Wolvie!!" Wolvie teriak kegirangan. Kami tertawa terbahak-bahak lalu kembali bersiap menghadapi serangan berikutnya. Saat mereka bangun mereka duduk tenang seperti sedang bertapa. "Wolv, bagaimana ini?" Ryuu menanyakan taktik berikutnya. "Untuk saat ini, pertahanan dan serangan mereka bertambah pesat. Aku sulit mencari titik kelemahannya." Kata Wolvie kebingungan. Mereka tiba-tiba berdiri dan berlari ke arah kami. Gerakan mereka sangat cepat, arah mereka juga tak dapat diperkirakan, satu-satuya pilihan untuk kami adalah saling melindungi. "Perhatikan gerakan mereka! Jangan sampai lengah!" Aku hanya bisa mengingatkan teman-temanku. Mereka semakin dekat dan kami semakin bingung. Sibotak mendekati Ryuu dan Wolvie. Si orang sipit mendekatiku. Senior botak itu menghajar mereka habis-habisan. Anak sipit itu juga langsung meluncurkan beberapa pukulan kearahku dan kena langsung ke perutku. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. pukulan sudah kuterima tetapi tetap tak bisa kuhindari. 8, sampai pukulan ke-sembilan akhirnya aku mendapat pola pukulannya. Kuhindari pukulan ke-sepuluh dan kuberikan dia 1 rangkaian hantaman. Tangan kanan, tangan kiri, tangan kanan, kaki kiri, lalu tendangan kaki kanan langsung ke perutnya. Ryuu dan Wolvie juga melakukan hal yang sama. Hasilnya kami berhasil merebut 8 point dari sisa 10 point mereka. Senior yang sipit kalah dan pelindung tangan kanan dan kirinya menempel satu sama lain dan terkunci. Life point kami tinggal masing-masing 1 point. Sedangkan orang botak itu masih 2 point ditambah keahliannya yang tak bisa kami tandingi. Orang botak itu diam sejenak dan langsung memulai larinya lagi. Kali ini larinya lurus. "Ryuu, Kazuki, pilihan kita tinggal satu." Kata Wolvie dengan cepat. "Kita akan ikuti apapun rencanamu."Jawabku dan Ryuu dengan cepat. Akhirnya dengan sebuah rencana gila kita berlari kearah orang botak itu. Tepat di depan orang botak itu, Ryuu melompat dan orang itu memukulnya. Life point Ryuu jadi nol tetapi apa yang terjadi justru benar-benar menguntungkan. Ryuu jatuh pas di bahu senior botak itu dan tangannya terkunci sehingga mengikat orang itu. Dengan cepat aku dan Wolvie langsung memukul badan senior botak itu dan 'Priiiiiiiit..' peluit berbunyi "dan pemenangnya adalah grup junior!!!!" Semua ikatan di tangan murid yang kalah lepas, kita bertiga tertawa terbahak-bahak bersama tanda kita berhasil mengalahkan mereka.

Semua murid junior yang menonton bersorak dan berlarian mengepung kami. "Wolvie. Kazuki.. Ryuu Wolvie Kazuki.Ryuu!" Berulang ulang. Aku membetulkan posisi headphone yang nyaris jatuh dari leher. Di tengah kerumunan itu kulihat dari kejauhan Syifa yang sudah tersenyum tenang. Dengan senyuman manisnya itu dia berkata "Terima kasih." Walaupun aku agak susah mendengarkannya tapi aku bisa membaca gerakan bibirnya itu. Aku hanya membalasnya dengan senyuman karena nggak ada gunanya membalasnya dengan kata 'sama-sama'.

Selasa, 23 Maret 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.7


Seperti hari sebelumnya, aku terbangun dengan sebelah mata terbuka. Tapi dengan cepat aku langsung mandi dan bersiap berangkat. Karena acara demo klub diundur sampai besok, jadi hari ini menjadi hari bebas mengeksplorasi sekolah. ‘Acara yang lumayan menarik’ pikirku. Seperti biasa aku terus mengalungkan headphone-ku. Langkah demi langkah ku berjalan menuju sekolah. Tak terasa aku sudah sampai di depan gerbang gedung putih yang canggih itu. Kulihat banyak murid junior maupun senior memenuhi halaman. Aku bingung, ada apa ini? “Yo….pagi Kazuki!” Kulihat dari kejauhan Wolvie dan kawan-kawan datang menghampiri. “Kok semuanya ngumpul di depan gini sih?” Tanyaku keheranan. “Oooh… tadi ada guru yang bilang semua anak belum boleh masuk sebelum jam 7.00 pagi.” Jawab Ryuu. “Memang ada apa, kok gak boleh masuk?” “Katanya sih ada kejutan dari guru.”


Tepat 10 detik sebelum jam tujuh pagi semua murid menghitung mundur. “SEPULUH…… SEMBILAN….. DELAPAN…. TUJUH… ENAM….. LIMA… EMPAT….TIGA… DUA… SATU!!!” Pintu sekolah dibuka dan seluruh murid langsung membanjiri seisi gedung sekolah. Seisi gedung itu diberi dekorasi yang meriah sekali. Apa maksudnya ini? Hanya dihias segini saya dibilang kejutan? Ternyata au benar-benar terlalu cepat menilai. Saat aku masuk kelas aku menemukan kelasku disulap menjadi kelas yang benar-benar menjadi sangat bagus. Kelas dihias sesuai dekorasi yang diarapatkan pada hari pertama. Waktu itu Bu Marie berkata “menurut kalian kelas kita bagusnya di desain seperti apa?” Beberapa anak menjawab dengan ide yang sangat brilian dan ada juga yang memberi ide asal-asalan. Saat itu keputusan dekorasi adalah luar angkasa. Dan akhirnya kelas ini menjadi benar-benar seperti suatu tempat di luar angkasa. Acara dilanjutkan, kita semua bebas mengelilingi sekolah tanpa ada gangguan dari para guru. “Hanya ada satu peraturan disini. Kalian tidak boleh masuk ke ruangan yang ada di lantai 3 koridor 10 pintu paling pojok.” Kata Bu Marie di kelas tadi. Untuk menjaga kebebasan, lantai berjalan di non-aktifkan. Jadi, aku bisa keliling sebebas-bebasnya sekarang. Aku berjalan-jalan sebentar sampai aku menemukan Syifa yang dikepung 3 senior dengan muka menyeramkan. 2 laki-laki yang membawa tongkat baseball dan 1 perempuan yang terus saja mengunyah permen karet di mulutnya, yang kulihat dari kejauhan adalah perempuan itu adalah pemimpin mereka. Mereka semakin mendekati Syifa dengan wajah yang semakin menjengkelkan.


Dengan tenang aku menghampiri mereka. “Janggan ganggu temanku.” “Berani-beraninya kamu, dasar junior sok pahlawan.” Sambar senior yang perempuan “sok jadi pelindung.” “Temannya bukan hanya dia. Kita juga.” Sambar sebuah suara dari arah kejauhan. Wolvie dan Ryuu datang. “Anak-anak kecil ini berani juga ya, belum tau siapa kita?” “Siapapun kau takkan kumaafkan kalau kau mengganggu temanku.” Aku terus saja menjawab dengan tenang. “Berani juga kau. Kalau begitu kita duel. Karena kalian masih junior, kita lakukan duel 2 lawan 3. Setuju anak kecil?” “Kau akan menyesal mengatakan itu.” Jawab Ryuu dengan tegas. “Baiklah, DUEL!!!” Tiba-tiba lantai disekitar bergerak menyingkirkan murid-murid lain yang ada di dekat kami. Ternyata lantai itu berubah menjadi arena pertarungan yang luas sehingga memudahkan kita untuk bergerak. Beberapa pelindung muncul dihadapan kami, lalu kami memakainya seperti yang dilakukan 2 senior laki-laki yang ada diujung lain arena. “Peraturannya sangat mudah. Setiap anak mendapat life point 10 kali pukulan di armor bagian perut dan punggung. Gunakan pelindung di kepala, badan, siku, lutut, dan bagian vital. Yang kalah akan mendapat hukuman dari yang menang. Mengerti?!” “Peraturan yang mudah dimengerti.” Jawab Wolvie.


Semua penonton menghitung mundur tanda mulainya pertandingan, “TIGA….. DUA… SATU.” ‘Priiiit…’ peluit tanda pertarungan dimulai dibunyikan. Para senior itu langsung berlari kearah kami dengan wajah yang berkata ‘kami siap membunuhmu, anak bodoh’.............

Senin, 22 Maret 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.6

Badan ini terasa sangat lelah, padahal jam baru menunjukkan jam 4 sore. Sehabis salat ashar aku memutuskan untuk bermain-main sebentar melihat-lihat isi asrama. Banyak yang belum kulihat di dalam asrama ini. Hanya dalam beberapa saat aku sudah menemukan ruangan-ruangan yang belum kulihat sebelumnya seperti aula, ruang pengurus asrama, satu koridor untuk kamar para guru. Lalu kutemukan pintu keluar ke halaman belakang asrama. Di halaman belakang ada suatu taman yang sangat besar yang menghubungkan gedung asrama laki-laki dan perempuan. Di taman itu terletak tempat ibadah lengkap mulai dari masjid sampai gereja. Aku sampai bingung, apa yang kulakukan selama ini? Aku sampai tidak tahu kalau ada taman sebesar itu, ada masjid di belakang asrama, dan yang kutahu hanya kata-kata ‘pulau ini sangat lengkap’, sungguh bodohnya aku ini.


Aku memutuskan untuk duduk bersantai sambil mendengarkan musik di taman belakang. “Kazukii…” kudengar ada yang memanggilku “ternyata disini ya, dicari daritadi nggak ketemu-ketemu.” Kakakku datang menghampiri. “Kenapa kak?” tanyaku. “Besok itu ada acara demo klub ekstrakurikuler kan?” Tanya kakakku. “Iya, tadi pagi dikasih tau sama Bu Marie. Memang ada apa?” Tanyaku lagi. “Acaranya diundur karena seluruh panitianya sakit.” Jawab kakakku. “Kok bisa?” Aku menjadi penasaran. “Suara itu terdengar di speaker pengumuman sekolah saat mereka sedang rapat. Dan anehnya hanya mereka yang dengar. Mereka jadi shock dan sakit mendadak.” Jawabnya dengan sedikit berbisik. “Suara itu? Suara yang mana?” “Suara yang kita dengar di MP3 playermu tadi siang.” “Maksud kakak suara aneh yang muncul tiba-tiba entah darimana asalnya itu?” “Iya.” Ternyata suara aneh itu menyerang mereka juga. Aku jadi bingung apa maksud dari semua itu. Tapi sampai sekarang aku hanya berpikir itu hanya keisengan seseorang aneh yang kurang kerjaan yang menciptakan alat aneh yang dapat mentransmisikan pesan ke alat-alat elektronik yang menghasilkan suara. Aku sudah mulai bosan dan akhirnya pulang ke asrama. Malam kuhabiskan dengan membaca buku dan bermain game, sampai akhirnya aku tertidur pulas.