Template by:
Free Blog Templates

Followers

Selasa, 13 April 2010

Teen Heroes (sebuah cerita dari saya sengaja dipotong di tempat yang nanggung) p.8

"Kazuki, Ryuu, hindari tangan kanan anak yang berkepala botak itu dan kaki kiri anak sipit berambut kuning itu. Sebaliknya, pukul kepala anak botak itu dan tangan kanan anak yang sipit. Setelah itu kembali lagi kesini." Dengan sangat cepat Wolvie menganalisa kekuatan dan kelemahan mereka. "Baiklah kalau begitu." Aku dan Ryuu menjawab bersamaan. Dengan cepat kami berlari ke arah mereka. Seperti kata Wolvie, sibotak dengan cepat mengayunkan tangan kanannya ke arahku. Aku langsung melakukan sliding tackle dan berhasil membuat dia kehilangan keseimbangan. Aku bergerak kebelakangnya dan memukul kepalanya sehingga dia jatuh. Kupukul bagian punggungnya sampai dia mengayunkan tangan kanannya ke arahku, beruntung aku tidak kena pukulannya itu. Pada saat yang sama Ryuu melompati tendangan kaki kiri si orang sipit, lalu Ryuu menarik tangan kanannnya dan menjatuhkannya. Ryuu memukul punggungnya, sibotak menghampiri dan dengan cepat mengayunkan pukulan ke arah Ryuu. Ryuu menghindarinya lalu menyelengkat orang botak itu, lalu kembali kearah Wolvie dengan tenang. Hasilnya kami dapat mengurangi 10 point dari total life point mereka. "Yeah..!!! Benar kan kataku? Siapa dulu dong, Wolvie!!" Wolvie teriak kegirangan. Kami tertawa terbahak-bahak lalu kembali bersiap menghadapi serangan berikutnya. Saat mereka bangun mereka duduk tenang seperti sedang bertapa. "Wolv, bagaimana ini?" Ryuu menanyakan taktik berikutnya. "Untuk saat ini, pertahanan dan serangan mereka bertambah pesat. Aku sulit mencari titik kelemahannya." Kata Wolvie kebingungan. Mereka tiba-tiba berdiri dan berlari ke arah kami. Gerakan mereka sangat cepat, arah mereka juga tak dapat diperkirakan, satu-satuya pilihan untuk kami adalah saling melindungi. "Perhatikan gerakan mereka! Jangan sampai lengah!" Aku hanya bisa mengingatkan teman-temanku. Mereka semakin dekat dan kami semakin bingung. Sibotak mendekati Ryuu dan Wolvie. Si orang sipit mendekatiku. Senior botak itu menghajar mereka habis-habisan. Anak sipit itu juga langsung meluncurkan beberapa pukulan kearahku dan kena langsung ke perutku. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. pukulan sudah kuterima tetapi tetap tak bisa kuhindari. 8, sampai pukulan ke-sembilan akhirnya aku mendapat pola pukulannya. Kuhindari pukulan ke-sepuluh dan kuberikan dia 1 rangkaian hantaman. Tangan kanan, tangan kiri, tangan kanan, kaki kiri, lalu tendangan kaki kanan langsung ke perutnya. Ryuu dan Wolvie juga melakukan hal yang sama. Hasilnya kami berhasil merebut 8 point dari sisa 10 point mereka. Senior yang sipit kalah dan pelindung tangan kanan dan kirinya menempel satu sama lain dan terkunci. Life point kami tinggal masing-masing 1 point. Sedangkan orang botak itu masih 2 point ditambah keahliannya yang tak bisa kami tandingi. Orang botak itu diam sejenak dan langsung memulai larinya lagi. Kali ini larinya lurus. "Ryuu, Kazuki, pilihan kita tinggal satu." Kata Wolvie dengan cepat. "Kita akan ikuti apapun rencanamu."Jawabku dan Ryuu dengan cepat. Akhirnya dengan sebuah rencana gila kita berlari kearah orang botak itu. Tepat di depan orang botak itu, Ryuu melompat dan orang itu memukulnya. Life point Ryuu jadi nol tetapi apa yang terjadi justru benar-benar menguntungkan. Ryuu jatuh pas di bahu senior botak itu dan tangannya terkunci sehingga mengikat orang itu. Dengan cepat aku dan Wolvie langsung memukul badan senior botak itu dan 'Priiiiiiiit..' peluit berbunyi "dan pemenangnya adalah grup junior!!!!" Semua ikatan di tangan murid yang kalah lepas, kita bertiga tertawa terbahak-bahak bersama tanda kita berhasil mengalahkan mereka.

Semua murid junior yang menonton bersorak dan berlarian mengepung kami. "Wolvie. Kazuki.. Ryuu Wolvie Kazuki.Ryuu!" Berulang ulang. Aku membetulkan posisi headphone yang nyaris jatuh dari leher. Di tengah kerumunan itu kulihat dari kejauhan Syifa yang sudah tersenyum tenang. Dengan senyuman manisnya itu dia berkata "Terima kasih." Walaupun aku agak susah mendengarkannya tapi aku bisa membaca gerakan bibirnya itu. Aku hanya membalasnya dengan senyuman karena nggak ada gunanya membalasnya dengan kata 'sama-sama'.

0 komentar: